Kantorku adalah rumahku, sama seperti kosku adalah rumahku. Awal ungkapan ini sama seperti waktu aku mengatakan pekerjaan adalah suamiku, laptopku adalah pacarku. Sebuah ungkapan yang mengekspresikan seberapa dekat aku dengan hal-hal yang menjadi konteks penting dalam hidup ini. Hubungan antar tingkat kepentingan tidak melulu hubungan manusia dengan manusia tapi juga manusia dengan benda. contohlah diriku sendiri dalam ungkapan tentang suami dan pacar.
Kantor adalah rumahku, merupakan ekspresi seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk berada dalam ruang-ruang ini. semuanya kurang dari 9 jam, tapi bila dibandingkan dengan 24 jam hidup kita, maka 9 jam kerja kita memiliki makna penting untuk mengapresiasi idealisme, mengaktualisasi diri, menuangkan pemahaman bekerja, membangun relasi, menghasilkan uang dan mungkin juga beribadah kepada tuhan. Karena ada juga ungkapan bekerja itu membangun peradaban. Jadi kantor ini adalah ruang rumah untuk memfasilitasi kita dalam membangun peradaban manusia.
Ada ruang-ruang kantor yang begitu formal dengan segala macam aturannya, namun ada juga kantor yang informal, namun orang tetap bekerja sesuai dengan pekerjaan masing-masing. Kantor menurutku harus ada ‘soul’nya atau semacam semangat yang menjadi identitas kantor tersebut. Karena keberadaan soul tersebut menggambarkan tujuan hidup orang-orang didalamnya. Kantorku sekarang ini, adalah kantor yang dibangun dengan semangat kekeluargaan. Ada komunikasi, ada sensitifitas dan ada forum untuk mewadahi. Meski untuk urusan operasional dan program semua menganut personal policy sehingga hal-hal yang menyangkut aset dan prosedur tetap saja mesti dipatuhi.
Ntah salah atau benar, dan menurutku aku benar. Salah satu yang aku putuskan pada saat ini adalah kantor ini sedikit melawan arus dari sebelumnya. Ketika salah seorang dari staf kesulitan mengatur waktunya karena keadaan darurat, maka menurutku tidak apa mereka bekerja sambil mengasuh anak-anak. Selama pekerjaan diselesaikan dengan baik, kita toh tidak kehilangan profesionalisme kan? Dalam situasi ini anak-anak tidak boleh dikorbankan karena situasi dimana mereka tidak bisa mengambil keputusan. Aku menyukai atmosfere ini. Aku dulu mengalami hal sama ketika diajak bapak ke Kampus. Ada proses pembelajaran dalam mengenali tempat kerja orang tua sehingga membangun persepsi tentang keinginan tentang masa depan dan mengasah kemampuan komunikasi.
kalau kantor seperti rumah, maka orang tidak akan merasa enggan datang ke kantor, tidak merasa lelah memikirkan pekerjaan kantor. Ada bagian-bagian tertentu dari kantor yang bisa menjadi dasar ketertarikan orang terhadap apa yang disebut cross cutting issue, yaitu anak-anak, perempuan, lansia dan kecacatan. Semua yang kulakukan ini adalah sebuah hipotesis dari amanat, dan setiap hipotesis selalu dalam konteks “asumsi tidak bersalah”. Semoga menghasilkan jawaban yang significant. Mudah-mudahan pvaluenya kurang dari 0,. Dalam hal ini aku sudah mengatakan “aku tidak bersalah”